Tidak ada masalah yang tidak dapat
diselesaikan. semuanya pasti akan selesai juga. Kalau karena sesuatu dan
lain hal masalah itu tidak terselesaikan – maka masih ada Sang Waktu
yang akan menyelesaikannya. Ini bukan perkara lari dari tanggung jawab.
Tetapi – ini bicara soal kemampuan.
Bahwa kemampuan manungsa itu ada
batasnya. Ini tidak tak terbantahkan. Oleh karenanya – buat apa
memaksakan diri? Berusaha memang harus. Tetapi kalau sudah berdaya-upaya
sekuat tenaga – segenap kemampuan telah dicurahkan masih tetap ndak
bisa menyelesaikan – maka pasrah adalah satu-satunya jalan. Ini tidak
ditabukan. Malah dianjurkan.
Beruntung kita dilingkupi oleh dimensi
waktu. Pun begidu, sering kali kita enggan bersahabat dengannya. Waktu
lebih sering kita tempatkan sebagai sesuatu yang membatasi.
Dipersalahkan karena seolah tidak pernah mencukupi – dikambing-hitamkan
sebab dianggap habis manakala mentok di tengah jalan.
Sebenarnya ini aneh. Karena
waktu itu memang ndak pernah habis. Berkurang pun tidak. Dia akan
berjalan, berjalan dan terus akan berjalan. Tidak pernah membatasi.
Tidak pernah mentok – kecuali pada saat Sang Pencipta Waktu berkehendak
untuk menghentikannya.
Adalah manungsa sendiri yang membuatnya
seolah demikian. Manungsa sering alpa. Memandang waktu hanya sebagai
deretan angka 1 sampai 12 — seperti putaran jam yang ada di tangan
maupun di dinding. Kemudian perputaran bumi pada porosnya dan
berevolusinya dikala mengelilingi matahari menyebabkan munculnya istilah
hari-minggu-bulan dan tahun adalah juga bentuk kealpaan lain pada diri
manungsa ketika memandang sang waktu.
Awal dan akhir. Itulah kata yang tepat
untuk Sang Waktu. Diatas semua itu, hanya Tuhan-lah sebagai Sang
Pencipta Waktu yang akan menentukan kapan Sang Waktu akan dimentokan.
Sementara kata lahir dan mati yang sering dianggap manungsa sebagai
pembatas, jelas-lah bukan batas yang sebenarnya. Lahir hanyalah awal dan
mati cuma akhir dari kehidupan.
Maka bersahabatlah dengan Sang Waktu.
Jangan disia-siakan. Jangan diabaikan. Meski Sang Waktu tidak akan
pernah protes, tetapi jika diperlakukan demikian secara terus-menerus,
maka jangan salahkan Sang Waktu — bila suatu saat kita akan digilas
olehnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar